Senin, 21 April 2014

Bersimpuh hanya pada-Mu Robb

Ramadhan … Alhamdulillaah mari kita berjumpa
Yeay.. Alhamdulillah semoga umurku sampai di bulanMu ya Robb,
Begitu hamba menanti bulan itu sungguh…

22 tahun sudah hamba berpijak dibumiMu ini ya Allah, semoga Ramadhan ini hamba bisa memperbaiki diri dan tobatunnasuha, amin

Setiap harinya, aku selalu berusaha sedikit demi sedikit memperbaikinya, akhlak yang buruk menjadi baik.
  
Lisan yang selalu salah berbicara menjadi tertata bahkan memilih diam, hati yang selalu kotor ingin kubasuh agar tak ada noda yang membuat jarak diantara kita ya Robb, perbuatan yang tidak bermanfaat dan yang tidak Engkau ridhoi menjadi amal sholih hamba ya Allah. 

Setiap harinya hamba masih mencari-cari apa yang harus hamba lakukan agar menjadi yang Engkau cintai
Setiap harinya hamba selalu berfikir disetiap langkah hamba, sudah benarkah  hamba di hadapanMu Robb?
Terkadang hamba lalai, terkadang hamba sudah merasa lelah padahal jalan menuju Ridho-MU sungguh masih teramat jauh,

Ya Robb, hamba merindukanMU dan utusanMu,  Muhammad ya Robb, beri hamba secercah cahaya itu ya Robb, hamba ingin menjadi manusia yang beruntung dunia dan akhirat,
Ya Robb, ampuni segala dosa-dosa hamba :( 

Bersimpuh pada-Mu, hamba memohon ampunanMu, semoga rahmat selalu tercurah pada makhluk yang taat padaMu, mudahkanlah urusan hamba ya Robb, luruskan jalan hamba, kuatkan dan istiqomahkan iman hamba, ampuni dan sayangi kedua orangtuaku ya Robb, keluargaku, sahabat-sahabatku, semua orang yang baik dibumi ini, dan semoga Engkau beri rahmat bagi orang-orang yang ingin kembali ke jalanMu, Amiin 


Aku mencintaiMu, dan Bapak Ibuku  


 

Kamis, 03 April 2014

Apa yang membuatmu merindu?



Perjumpaanlah yang membuat rindu ini tercipta
Waktu yang telah mempertemukan kita kemarin, dan berharap esok atau nanti akan ada pertemuan diantara kita atas izin-Nya

Rasa-rasanya efouria pasca pertemuan itu sudah biasa, namun ada hal beda yang membuatku ingin kembali menengok kebelakang hanya ingin mengenangmu, orang-orang luarbiasa yang pernah aku temui.
Perjumpaan kita yang ternyata singkat, tidak lebih dari 1 abad ini bahkan masih jauh dari I abad telah begitu menyisakan rindu dan entah harus dengan cara apa aku melawan rindu tanpa bertemu, yah bertemulah obat penghilang rindu yang menderu yang terkadang membuat pipi menjadi sembab dan memaksa untuk meneteskan airmata kerinduan.
Aduhai saudaraku yang telah ku pasungkan namamu dilubuk hatiku, perjumpaan memang tidak sepahit kerinduan, namun perpisahan membuat sesak dada ini semakin sulit untuk tidak diungkapkan, namun aku tak tahu bagaimana cara mengungkapkan kerinduan ini. Apakah lewat pertemuan agar semua rindu ini lekas sembuh?
Lalu bagaimana jika kita sangat jauh?
Atau hanya dengan berkirim pesan atau bersuara dan menyatakan “hai aku rindu kamu”apakah kamu juga merindukanku?
Atau hanya berpuisi lalu dishare lewat media sosial?
Apakah semua itu bisa membalas rinduku atau bisa mengobati rindu?
Aku belum menemukan solusi yang tepat agar rindu ini bisa terbagi atau bisa tersampaikan untukmu, hanya doa yang terkadang lupa menyebut siapa saja yang sedang aku rindukan, semoga kamu baik baik saja dan sehat selalu.

Kepada kamu yang suka membantu, selamat !! itulah salah satu ladang untuk bekal akhiratmu!!

Begitu halnya si Amin gadis kecil asal desa Mulusan Paliyan Gunungkidul yang tengah tinggal bersama Ibu dan neneknya disebuah rumah kecil dan masih beralaskan tanah. Estri aminah nama lengkap gadis kecil tersebut, setiap harinya dia harus melakoni hidupnya sebagai little wonder girl , dia gadis kecil yang belum layaknya untuk berpikir dewasa di jaman sekarang yang serba digital, yang biasanya anak- anak seumuran amin sedang dimanjakan oleh fasilitas yang diberikan oleh orangtuanya, dan diperhatikan dengan kasih sayang orangtuanya. 
 
Namun, keadaanlah yang memaksa dia tidak bisa merasakan itu semua,  meskipun diluar sana masih banyak anak –anak terlantar bahkan lebih sulit hidupnya dibandingkan dengan amin, berkat Aminlah tulisan ini dapat dibaca, semoga bisa menjadi renungan untuk kita semua.
Setiap harinya gadis kecil yang sebentar lagi menjadi siswa SMP ini harus bangun pagi- pagi sebelum berangkat kesekolah, ditemani oleh neneknya yang sudah tua namun masih sehat membantu pekerjaan Amin sebagai anak yang diandalkan di keluarganya. Ibu Amin sakit parah sejak dia belum dilahirkan di dunia ini, andai bumi bisa menolak kelahiran seorang anak dari perut ibu yang tidak normal seperti ibu-ibu lainnya mungkin Amin lebih baik memilih untuk tidak dilahirkan. Takdir yang sudah ditulis oleh sang kuasa tak akan bisa rubah, ini semua atas kehendak-Nya.
Sedih sudah tentu ketika melihat si Amin yang masih terbilang belum cukup umur harus bisa membagi waktu untuk keluarganya, mengurus Ibu dan neneknya yang tinggal serumah tanpa Ayah yang menemani, Ayah Amin merantau kekota untuk mencari nafkah sebagai penjual Mie ayam dan jarang sekali pulang, bahkan menurut cerita dari beberapa tetangga, Ayah Amin sudah di izinkan untuk menikah lagi oleh keluarga dari Ibu Amin lantaran istrinya sudah tidak bisa lagi mengurus suami dan anaknya seperti ibu- ibu normal, namun ayah Amin belum juga menikah hingga sekarang, mungkin Amin adalah alasan ayahnya belum atau tidak menikah lagi.

Embun pagi masih membasahi dedaunan disekeliling rumah Amin, tampak dedaunan hijau dan langit cerah ikut membangunkan tidurnya pagi itu.
“Amin, tangi nduk , wes subuh gek masak gek sekolah”
sambil menjepit hidung si Amin dengan kedua jarinya, kata si Amin neneknya selalu begitu ketika membangunkan Amin dari tidur.
“haaaah, iyo mbok, wes mbok ojo di bumpeti irungku, aku tangi mbok” jawab Amin kepada simboknya. 
Amin segera bergegas untuk mandi dan merebus air hangat  untuk mandi neneknya yang sudah tua, dan sisanya dia tuangkan ke dalam termos panas untuk membuat minuman hangat.
Sambil menanak nasi di atas tungku yang perlahan menghangatkan tubuh si Amin di pagi hari yang dingin, sambil menyeduh teh hangat yang dibuatkan oleh neneknya Amin duduk dihadapan tungku dan panci penanak nasi dengan pakaian sekolah untuk sekolahnya hari ini.  
Tidak lupa Amin membuatkan teh hangat untuk ibunya yang hanya bisa duduk dan tidur di atas tanah di sebuah kamar yang sudah bertahun-tahun ia tinggali.
Nampak Aminlah yang dibutuhkan oleh Ibunya, Amin anak yang berbakti karena hanya dia yang bisa berkomunikasi dengan ibunya yang sedang sakit jiwa. Neneknya pun tidak berani untuk berbicara atau melayani Ibu si Amin, sehingga apapun yang Ibunya minta maka Aminlah yang melayani segala keperluannya, dan itulah sebabnya Amin menjadi wakil kepala keluarga di keluarga mereka.

Suatu ketika, tetangga sebelah rumah Amin sedang melaksanakan hajatnya, mantu  kalau bahasa orang jawa, sudah biasa tetangga –tetangga pun datang ke rumah yang sedang menggelar hajatan tersebut untuk “jagongan”, dan aminlah yang menggantikan semuanya, amin yang berperan layaknya seorang ibu yang sedang berkumpul dengan ibu-ibu lainnya demi menjaga silaturahmi antar tetangga. Ironi atau kasihan atau memang sudah selayaknya?
Ironi, karena anak seusianya seharusnya belajar, bermain dan ikut ibunya ketika jagongan.
Kasihan? Karena terlihat hidup sebatangkara tanpa ayah dan ibu yang bisa menjaganya.
Sudah selayaknya? tentu tidak, tapi karena keadaan yang memaksanya harus melakoni semua hal tentang pekerjaan rumah, hidup bertetangga dan wakil kepala keluarga itulah yang membuat kepala ini harus tertunduk malu kepada si Amin gadis kecil kelahiran tahun 2001 itu.
“Amin, nanti mau lanjut SMP enggak?” tanyaku kepada si pemilik suara serak-serak basah ini
“lanjut mbak, kulo ajeng lanjut teng SMP N I Paliyan, inshaa Allah” jawab amin dengan nada sopan dan bahasa jawa halus
“waaah semoga ditrima yaa?”
“amiin mbak, ….. “
Memang dari cara dan gaya bicara anak ini sudah seperti orang dewasa, mungkin karena sudah terlalu lama dia menjadi seorang yang memaksanya untuk dewasalah bahasa yang sopan, halus dan tegar tercipta.
Ketegaran dan semangatlah yang membuat saya salut kepada si Amin, dia mengajariku apa itu arti mandiri, bukan yang hanya bisa mandi sendiri atau mengurus diri sendiri namun bisa mengurus orang yang kita sayangi dengan ikhlas dan bersabar itulah arti mandiri dalam hidupnya, bukan hanya sekadar bisa memasak untuk nenek dan ibunya, namun beberapa kali dia memungut atau mengumpulkan buah asem yang biasa jatuh dan dikumpulkan oleh anak-anak desa untuk dimakan atau dibuat minuman, tapi amin mengumpulkan buah asem untuk dijual dan uangnya dia gunakan untuk membeli keperluan sehari-hari,

Semoga ketika oranglain tahu tentang hidup Amin yang luarbiasa ini, hatinya terenyuh dan bisa ikut meringankan beban Amin dan ikut membantu memikirkan masa depan amin nantinya agar tetap mejadi anak yang bisa mewujudkan cita-citanya meski keterbatasan dan tanpa dukungan orangtua atau kasih sayang orangtua yang seharusnya dia dapatkan.
Semoga !
Semakin banyak orang yang membantu, semakin banyak juga orang yang tertolong.

Amiiin, kakak malu dek …… :’)
Banyak pelajaran hidup dari si gadis kecil, Estri Aminah