Jumat, 31 Oktober 2014

Kita Akan Menjadi Penonton Negeri Sendiri ?



Pak darisman namanya. Beliau adalah orang hebat yang berhasil membuatku terpukau dan berhenti mencari-cari kambing hitam dari kurikulum 2013 yang tengah bergejolak di Pendidikan Indonesia
Pasalnya, banyak guru-guru yang tengah mengeluh dengan perubahan kurikulum pendidikan negeri ini. Guru banyak yang mengeluh soal penilaian Kurikulum 2013. 

Rumit dan terlalu banyak yang harus dinilai sehingga waktu guru untuk mengajar dan mendidik hanya akan tersita untuk membuat rubric penilaian.

Yap, keluh kesah dari guru sering saya dengarkan langsung di sekolah tempat saya mengajar. Karena saya juga bukan guru kelas atau guru yang mengampu Mata pelajaran yang termasuk dalam kurikulum 2013, tapi saya pun juga harus membuat rubric penilaian yang hampir sama dan tujuan yang sama dengan maksud penilaian kurikulum 2013 meski tak sedetail dari penilaian yang sebenarnya. 

Setidaknya saya belajar dan ternyata ada maksud baik dan baik sekali ketika kurikulum ini bisa terlaksana desemua sekolah yang ada dipelosok negeri. 

Ada banyak benarnya, ketika pendidikan di Negeri kita ini bukan kurikulumnya yang harus dirubah- rubah beberapa kali namun hasil anak didik kita belum bisa dikatakan berhasil, yang perlu dibenahi adalah SDM nya, ya gurunya yang perlu di diklat di latih agar menjadi gur-guru yang hebat memotivasi, menginspirasi muridnya agar generasi semakin baik.

Betul memang Guru adalah bagian yang amat penting bagi siswa kearah mana sikap mereka, karena guru yang tugasnya mendidik bahkan prosentasi yang dikemukakan 2/3 % terbentuknya mental siswa adalah dari guru sedangkan factor keturunan dari keluarga 1/3%, sisanya adalah factor lingkungan dan factor internal siswa itu sendiri. 

Nah, tetap gurulah yang menjadi sorotan berhasil maupun tidak berhasilnya siswa dalam proses pembelajaran, meski tidak seluruhnya. 

Kurikulum 2013 yang mempelopori terbentuknya karakter yang baik pada siswa. Karena memang pendidikan karakter sangatlah penting dibandingkan hanya membentuk siswa jenius namun tidak memiliki karakter pada prilaku siswa tersebut,  “pinter tapi keblinger” dan itu yang akan membentuk mental koruptor di Indonesia, mirisnya tuh disini.




Apakabar?



Akan ada kenangan yang tak akan terlupakan meski dimakan masa.
Kenangan tersimpan rapi di memori yang tak akan terbuka begitu saja tanpa kebranian untuk mengingatnya, bernama folder.

Membuka kenangan masalalu artinya siap membuka luka, mengembalikan luka yang sudah tersimpan rapi di hati, bukan luka yang dibuang atau sengaja dilupakan
Semua luka, bahagia bahkan masih tersimpan

Kamu tahu? Aku rindu… 

Ah, biyarlah.. bukankah menjauh untuk menjaga dan merindu diam-diam itu lebih indah daripada bersama namun terluka?

Lebih baik diam, tapi tetap mengagumi dan mendoakan yang terbaik?

Hey.. Apakabar?
Mengingatmu, serasa ingin memutar waktu
Tapi bukankah itu kemustahilan?

Pasalnya waktu tak akan bergerak kebelakang dan mengembalikan kita ke masa kecil atau ke masa kapan kita merasakan hal yang sama di tempat yang sama bernama hati.


waktu telah membuat kenangan
Kita dan masalalu,

Kamis, 30 Oktober 2014

Andai ....

Bismillah..
"Aku bukan tak sabar, hanya tak ingin menanti
Karena berani memutuskan adalah juga kesabaran
Karena terkadang penantian membuka pintu-pintu Syaithan."
"Mencintai tak berarti harus memiliki.

Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilahkan.
Yang ini pengorbanan."

"Seperti Fathimah dan Ali,
saling mencintai dalam kerahasiaan yang paling rapat,
kepasrahan yang paling kuat,  dan ikhtiyar suci yang menemukan jalannya..
Dengan karunia Allah! Jika kita husnuzhzhan padaNya."

"Kadang kau harus meneladani matahari.
Ia cinta pada bumi;
tapi ia mengerti;
mendekat pada sang kekasih justru membinasakan."

- Salim A. Fillah

Rabu, 29 Oktober 2014

Rindu

Apalah arti memiliki,
Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan,
Ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan,
Dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan

Apalah arti cinta,
Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah?
Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu?
Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang
Rindu, Tereliye 

Pukul 7.57 aku sudah terduduk manis diruang kerja, pilu sungguh, bingung ingin bergerak kemana. Ada beberapa hal yang menahanku harus tetap duduk disini padahal hati dan fikirku ingin beranjak kemana-mana.
Ikhlas, sabar adalah cara elegan yang biasa kulakukan meski entah itu ikhlas dan sabar tingkat keberapa yang tengah kulakukan, pasalnya aku tetap berusaha
Bertahan…. Untuk orang-orang yang kusayang.

Untuk Allah sang maha dasyat, tak dapat kugambarkan rasa syukurku atas semua rahmat, meski diri ini naïf selalu kufur tak bersyukur, mengeluh yang kadang tak bisa luluh, tapi rahmat terus mengalir deras, termasuk nafas ini, oksigen yang tengah kuhirup bebas ini tanpa susah payah membayar atau berkorban sedikitpun. 

Kamis, hantarkanku pada senjamu hari ini.

Selasa, 28 Oktober 2014

Hambar


Hambar….. 

kayak makan soup tanpa bumbu apalagi sambal

Aaah, entahlah sebenarnya saya pun bingung mau menulis apa sekarang ini.
Tapi rasanya ada yang ingin diluap-luapkan segera. Karena menulis adalah caraku menyampaikan rasa yang tak bisa ku ungkap dengan kata atau kalimat langsung kepada oranglain atau bahkan orang-orang terdekatku.

Orangtua misalnya, justru entah kenapa hubungan LDR ku dan orangtua semakin asyik tanpa kabar tapi rasanya ingin bertemu karena sudah rindu tak tertahan, rasanya ngilu sungguh

Rasa iri jelas masih ada ketika saya menginginkan orangtua selalu hadir disetiap hari-hari kita, bahkan saya butuh mereka ketika seperti ini ataupun seperti itu. Aaaaak  Sudah ! bukankah itu cara orangtua menyayangiku, dengan melepaskan dan membiarkanku mandiri?


Hari yang hambar